January 07, 2012

Secret Diaries : Page 3


"Angel! Cepat ke ruangan Pak Johanes! Drew..."

Teriakan Juwie yang datang tiba-tiba membuyarkan lamunanku di pagi yang tenang ini. Tanpa melanjutkan kata-katanya, dia menarikku yang masih berdiri diam ke luar kelas. Aku berlari semakin cepat mengikuti langkah kaki Juwie yang bergerak semakin kencang. Ruang demi ruang aku lewati dengan pikiran kosong. 

'Drew? Apa? Kenapa?' 

Semua itu bergejolak di otakku tanpa sanggup kutanyakan pada Juwie. Aku memilih membisu dan mempercayai Juwie yang membawaku menuju ruang konseling. 

Sampai di depan ruangan Pak Johanes, guru konseling kami, sudah banyak murid-murid lain berkumpul di depan ruangan karena penasaran dengan kejadian di dalam. 

"Permisi, permisi."

Juwie menerobos kerumunan murid sambil terus menggandeng tanganku. Saat ini aku berpikir, ada untungnya juga memiliki tubuh mungil seperti Juwie. Tubuh Juwie memang tergolong kecil untuk ukuran anak SMA. Hanya sekitar 140cm. 

Saat sudah berada di barisan paling depan kerumunan, tidak perlu waktu lama bagiku untuk menemukan Drew. Dia ada disana, di dalam ruang konseling, berdiri membelakangiku bersama lima orang lainnya. Di hadapan mereka, Pak Johanes sedang berdiri menasihati mereka dengan ekspresi tegang.

"Perbuatan kalian ini benar-benar membuat malu sekolah kita! Kalau kejadian seperti ini sampai terulang lagi, saya pastikan kalian akan mendapat hukuman yang lebih berat dari sekedar tiga hari skorsing. Sekarang lebih baik kalian kembali ke kelas masing-masing!"

Lalu Pak Johanes duduk. Saat Drew dan yang lain berbalik ke arah kami, mataku terbelalak melihat wajah dan tangan Drew yang penuh luka memar. Begitu pula dengan kelima orang lainnya. Setidaknya ada beberapa luka memar di wajah mereka. 

"Hei! Ada apa kalian berkerumun disitu?! Bubar sekarang juga!"

Tiba-tiba Pak Johanes berteriak dan melotot ke arah kami dan murid-murid lain yang masih berdiri di depan ruang konseling. Karena ketakutan akan dimarahi lebih dari ini, mereka semua segera membubarkan diri dengan terburu-buru. Sedangkan aku dan Juwie memutuskan untuk menunggu Drew di samping ruang konseling.

Pikiranku kusut. Setelah tiga hari tanpa kabar, sekarang aku menemukan Drew yang penuh luka. Dan aku juga baru mengetahui bahwa dia absen karena skorsing. Apa yang terjadi padanya selama tiga hari ini? 

Tidak beberapa lama kemudian, Drew keluar dengan langkah yang sedikit pincang. Mungkin karena kakinya terluka. Selain Drew, aku juga melihat Matthew dan Daniel dari kelas 10-D, Ryan dari kelas 10-F, lalu juga Syd dan seseorang lagi yang berwajah sama dengannya. Ya, Syd ternyata kembar. Fakta yang baru kuketahui tentang temen sekelas yang duduk tepat di belakang bangkuku. 

Kemudian Drew melangkah gontai menuju tempatku dan Juwie berdiri. Dia memberi isyarat pada teman-temannya yang lain untuk pergi lebih dulu. Mereka mengangguk, lalu berjalan ke arah kelas masing-masing, meninggalkan aku, Juwie, dan Drew dalam diam. 

"Hai. Apa kabar, Angel?"

Drew bertanya dengan nada ringan dan senyum tipis. Aku tidak percaya orang ini masih bisa bersikap tenang selagi perasaanku masih bingung dan khawatir karena dia. 

"Drew..."

Aku tidak bisa melanjutkan kata-kataku. Semuanya terasa tersangkut di tenggorokan. Aku bahkan tidak bisa menjelaskan perasaanku saat ini. Aku hanya bisa memandang dia, memandang wajahnya yang penuh luka, dalam diam. 

Drew kemudian menghela nafas. 

"Ayo Angel, Juwie juga, kita kembali ke kelas." Katanya sambil tersenyum tipis. 

Kami berdua mengangguk dengan canggung. Kemudian berjalan pelan menuju kelas, menyesuaikan langkah kaki Drew yang agak pincang. 

***


This is credit by Aphrodite, any re-post without permission is prohibited.
*tulisan di atas merupakan hak cipta dari Aphrodite, publikasi tanpa ijin yang bersangkutan dilarang*

No comments:

Post a Comment